Minggu, 28 Desember 2008

Pesan Sayang dari Dinda

Bhakti Eko Nugroho

Mahasiswa Kriminologi UI angkatan 2006

Hidup sederhana, gak punya apa-apa tapi banyak cinta

(Slank – seperti para koruptor)

Jam enam pagi ini dingin seperti biasanya. Namun langit diatas jalan menuju tempat pergulatan mencari nafkah tampak lebih cantik dari hari-hari kemarin. Langit-langit yang bergumpal dengan siluet matahari pagi memberikan pesona dan romantika: pagi yang tepat untuk mengajak kemanusiaanku berdiskusi, berpikir ulang tentang hidup kemarin, pagi ini, nanti sore, esok, dan tentunya ‘kehidupan’ setelah hidup ini. Diatas laju sepeda motorku yang berjalan kencang dan progesif melawan dingin pagi, khayalku tertuju pada seorang bidadari di rumah kontrakan sederhana, dindaku. Lamunanku bukan cerita soal wajah dinda yang menyejukan, meskipun senyumnya pagi tadi telah sukses membuat perjalanan ‘jihad’ ku mencari nafkah pagi ini seperi penuh bunga. Lamunanku pagi ini adalah soal satu pesannya yang selalu ia sampaikan setiap pagi sebelum aku berangkat pergi. Aku menyebutnya pesan sayang dari dinda. Pesan yang tak pernah membuatku bosan mendengarnya.

Dindaku, yang tujuh bulan lalu kuajak bekerja sama dalam proyek besar membangun keluarga cinta, adalah dinda yang selalu memaksaku ingat kepada hati nurani dan kemanusiaan. Pesan yang disampaikannya pagi tadi (dan pagi-pagi lainnya) sederhana namun kuat. Tegas namun tak lepas dari nuansa romantis. Begitu filosofis dan sangat dewasa, tanpa pernah aku merasa digurui olehnya. Yang paling penting, pesannya selalu menambah kuat motivasiku menghadapi hari. Pesan itu hanya terdiri dari tiga kalimat. Kalimat pertama adalah: Hati-hati dijalan ya...Kalimat keduanya: Di kantor jangan korupsi...Dan kalimat ketiga: cepat pulang kerumah ya...Biasanya responku hanyalah diam atau tertegun. Pertama karena begitu dalam dan kuatnya tiga kalimat pendeknya itu. Kedua karena ia sampaikan pesan itu sambil tersenyum, dan semakin manislah ia ku pandang.

Mmm, ‘jangan korupsi’. Pesannya aku jangan sampai korupsi. Pesan yang pastinya benar dan sering disampaikan banyak orang cerdas di negara ini, setidaknya oleh KPK. Namun pesan ini sebenarnya begitu sulit kuterjemahkan. Aku memang anak kemarin sore yang sedikit banyak telah berada dalam lingkaran pembuat kebijakan di republik besar ini: staf khusus anggota dewan yang terhormat. Aku seorang yang tentunya berpeluang besar untuk menjadi lebih besar dari pagi ini. Lebih terhormat dari sekarang. Setidaknya aku bisa berada di atas kendaraan yang lebih melindungiku dari dingin pagi ini. Menurutku keberhasilan, memiliki posisi strategis, dan kemajuan karier merupakan mimpi setiap staf ahli dan politisi manapun di atas planet ini (meskipun politisi kelas teri sepertiku). Namun mungkinkah kesemuanya itu kudapatkan tanpa korupsi.

Dindaku. Ya, adalah dindaku yang meluruskan orientasi: bahwa kerjaku adalah bakti dan pengabdian. Dindaku ini pernah bilang bahwa membangun keluarga cinta tidak mesti dengan rumah megah, mobil bagus, uang dan barang mahal lainnya. Syarat membangun keluarga cinta adalah cinta itu sendiri. Ia juga mengatakan bahwa sepeda motor dan rumah kecil dengan hiasan tanaman bunga diteras sudah lebih cukup untuk menjadikan kami keluarga yang paling bersyukur di dunia. Ia sering ingatkanku pada Natsir. Perdana menteri yang tinggal di rumah kontrakan. Ia ingatkanku pada Agus Salim. Politisi yang sedikit tidur dan hidup bersama kesederhanaan rakyat bangsanya. Istriku ingatkanku pula pada Sjahrir dan Tan Malaka, memimpin rakyat bangsanya dalam keadaan lapar. Itulah pesan istriku. Ia katakan padaku bahwa ia siap dan lebih menyukai kesederhanaan hidup dengan kemewahan cinta saja. Itulah pesan sayang yang selalu memberi nafas bagi kehidupan.

Jalan kota perlahan mulai ramai seiring dengan matahari pagi yang kian terasa panas. Kukurangi kecepatan sepeda motorku. Gerbang Kantor dewan perwakilan rakyat daerah telah kumasuki, kantorku. Kutemui rekan sejawatku turun dari Landrover megahnya. Kulihat pula supir atasanku tengah membersihkan kaca camrey yang mengkilat. Entah dengan dan cara apa mereka dapat. Pemandangan itu memang mengundang keinginan. Namun wajah isteriku dan nasihatnya tadi pagi masih segar kuingat, bahwa kesederhanaan hidup, kejujuran, dan kebanggaan atas cinta tetaplah segalanya. Ya, kandamu ini tidak akan korupsi, dinda. Menjaga amanah setinggi-tingginya. Sehormat-hormatnya. Dan kanda akan cepat pulang nanti sore, menikmati nasi hangat dengan lauk seadanya di ‘syurga’ kecil kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar