Minggu, 28 Desember 2008

RUU BHP;

Bhakti Eko Nugroho,
Ketua Departemen Kajian Strategis BEM FISIP UI

BHP (Badan Hukum Pendidikan) merupakan badan hukum bagi penyelenggaraan dan atau satuan pendidikan formal, yang berperan memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik, berprinsip nirlaba, dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan pendidikan. RUU BHP Berpangkal dari amanat UU sisdiknas No 20 tahun 2003 yang menuntut otonomisasi institusi pendidikan. Otonomisasi institusi pendidikan ini secara kasat mata jelas memiliki tujuan luhur, yakni agar insitusi pendidikan, dari mulai tingkat Sekolah Dasar hingga Tingkat Perguruan Tinggi, memiliki ruang yang besar dalam melakukan manajerial dan pengelolaan institusi pendidikan yang bersangkutan. Dengan otonomisasi ini, diharapkan dapat mengembangkan kreativitas, inovasi, mutu, dan fleksibilitas dalam penyelenggaraan pendidikan.

Akan tetapi, kehadiran RUU BHP ini jelas sesat dan menyesatkan. Tentunya kita akan bersepakat jika institusi pendidikan diberikan ruang yang luas dalam mengelola penyelenggaraan pendidikan yang kreatif dan model pembelajaran yang inovatif, sehingga akan meningkatkan mutu pendidikan itu sendiri. Namun bukan berarti institusi pendidikanpun harus mandiri dalam hal pendanaan. Jika institusi pendidikan dibebankan untuk mencari pendanaannya sendiri, maka rakyatlah yang kemudian akan menjadi korban. Tragedi berubahnya status beberapa PTN menjadi BHMN pada awal 2000 lalu cukup menjadi contoh bahwa ketika negara lepas tangan dalam pendanaan pendidikan dan institusi pendidikan di bebankan untuk mencari sendiri pendanaannya, maka rakyatlah yang akan dikorbankan. Guna mendapatkan dana penyelenggaraan pendidikan, UI memberlakukan Admission Fee hingga 25 juta rupiah. ITB dan UGM yang menetapkan biaya kuliah yang tak kalah mahal pula. Institusi pendidikan akan berlomba-lomba menaikan biaya pendidikan dengan dalih kebutuhan pendanaan yang tidak lagi disubsidi negara. Bagi masyarakat yang memiliki kemampuan ekonomi yang baik, mahalnya beban pendidikan tentunya bukan menjadi soal. Namun bagaimana nasib kelompok masyarakat yang miskin?.. Nasib kelompok masyarakat yang malam ini makan namun tak tahu esok bisa sarapan tidak?...

Dalam pembukaan UUD 1945, diterangkan bahwa Negara ini didirikan dengan tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam UU HAM, pendidikan-pun tak lepas dari hak dasar masyarakat yang harus dipenuhi negara. Sama seperti hak sipil, politik, ekonomi, dan budaya lainnya. Substansi dari RUU BHP adalah semakin kecilnya peran negara dalam mendanai pendidikan. Jawaban RUU ini dalam pemenuhan kebutuhan dana dalam penyelenggaraan pendidikan itu sendiri adalah menjadikan institusi pendidikan sebagai korporasi. Sehingga, institusi pendidikan akan lebih terfokus pada pencarian dana dari pada meningkatan mutu dan kualitas pendidikan. Muncul pertanyaan dalam benak kita, buat apa punya negara yang punya tujuan ‘mencerdaskan’, kalau toh untuk cerdas rakyat harus bayar mahal.

RUU BHP telah menjadi bola liar selama empat tahun belakangan. Mahasiswa tetap memiliki sikap yang pasti, bahwa pendidikan adalah hak rakyat yang negara harus penuhi. Konon, 20 Agustus 2008 besok, RUU ini akan disahkan. Kita semua tahu bahwa pendidikan hal penting. Saking pentingnya, negara pun mewajibkan rakyat untuk memenuhi kewajiban belajar 9 tahun. Tapi sayang negara ini kembali inkonsisten. Disatu sisi negara membebankan wajib belajar untuk rakyatnya, namun dilain sisi, kewajiban negara untuk memenuhi beban biaya pendidikan rakyat di reduksi dengan kehadiran RUU BHP. Ketika negara ini lagi-lagi salah arah. Ketika rakyat miskin semakin jauh dari mimpi merubah kemiskinannya melalui pendidikan. Maka saat inilah, kita bergerak!.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar